Biologi
Thrips pada cabe termasuk sub ordo terebrantia yaitu thrips tabaci. Pada sub ordo ini terdapat ovipositor yang berfungsi untuk mengebor dan meletakkan telur kedalam jaringan tanaman. Thrips panjang tubuhnya 1-2 mm berwarna hitam, datar, langsing dan mengalami metamorfosis sederhana/ setengah sempurna yaitu mulai dari telur kemudian nimfa/thrips muda berwarna putih atau kuning baru setelah itu menjadi thrips dewasa sebelum mengalami dua sampai empat instar ( Anonimus, 2009 ).
Thrips dapat berkembang biak secara generatif (kawin) maupun vegetatif melalui proses Phartenogenesis, misalnya thrips yang mengalami phartenogenesis adalah Thrips tabaci yang menyerang tembakau. Perkembangbiakan secara phartenogenesis akan menghasilkan serangga-serangga jantan. Menurut Kalshoven (1981) bahwa imago betina Thrips dapat meletakkan telur sekitar 15 butir secara berkelompok kedalam jaringan epidhermal daun tanaman dengan masa inkubasi telur sekitar 7 hari.
Telur
Telur dari hama ini berbentuk oval atau bahkan mirip seperti ginjal pada manusia, imago betina akan memasukkkan telurnya ke dalam jaringan epidhermal daun dengan bantuan ovipositornya yang tajam. Ukuran telurnya sangat kecil maka sering tak terlihat dengan mata telanjang. Telur ini diletakkannya dalam jumlah yang besar,dengan rata-rata 80 butir tiap induk. letak telur akan mudah diketahui dengan memperhatikan bekas tusukan pada bagian tanaman tersebut dan biasanya disekitar jaringan tersebut terdapat pembengkakan. Telur-telur ini akan menetas sekitar 3 atau 7 hari setelah pelatakan oleh imago betina( Direktorat Perlindungan Tanaman, 1992).
Gambar : Telur beserta nimfa yang baru menetas
Gambar 1 : Telur serta nimfa yang baru menetas
www.uidaho.edu/so-id/entomology/thrips.jpg
Nimfa
Thrips muda atau nimfa akan berwarna putih pucat atau pucat kekuningan sampai kepada berwarna jernih. Biasanya Thrips muda ini gerakannya masih sangat lambat dan pergerakannya hanya terbatas pada tempat dimana dia memperoleh makanan. Nimfa terdiri dari empat instar, dan Instar pertama sudah mulai menyerang tanaman. sayap baru akan terlihat pada masa pra-pupa. Daur hidup sekitar 7-12 hari ( Direktorat Perlindungan Tanaman, 1992).
Gambar 2 : Telur serta instar 1-4 sampai imago hama Thrips
http://buletinagraris.blogspot.com/2007/12/thrips-parvisipinus-hrips-parvisipinus.html.
Imago
Imago akan bergerak lebih cepat dibanding dengan nimfanya, telah memiliki sayap yang ukurannya relatif panjang dan sempit, imago ini tubuhnya berwarna kuning pucat sampai kehitam-hitaman. Serangga dewasa berukuran 1-2 mm. Imago betina dapat bertelur sampai 80 butir yang diletakkannya kedalam jaringan epidhermal daun dengan bantuan ovipositornya yang tajam.( Direktorat Perlindungan Tanaman, 1992).
Gambar 3: Siklus hidup hama Thrips menyerang tanaman Cabai (Capsicum annum L.)
http://edis.ifas.ufl.edu/LyraEDISServlet?command=getImageDetail&image_soid=FIGURE%201&document_soid=IN292&document_version=46095
Gejala Serangan
Pada permukaan daun akan terdapat bercak-bercak yang berwarna putih seperti perak. Hal ini terjadi karena masuknya udara ke dalam jaringan sel-sel yang telah dihisap cairannya oleh hama Thrips tersebut. Apabila bercak-bercak tersebut saling berdekatan dan akhirnya bersatu maka daun akan memutih seluruhnya mirip seperti warna perak. Lama kelamaan bercak ini akan berubah menjadi warna coklat dan akhirnya daun akan mati. Daun-daun cabai yang terserang hebat maka tepinya akan menggulung ke dalam dan kadang-kadang juga terdapat bisul-bisul. Kotoran-kotoran dari Thrips ini akan menutup permukaan daun sehingga daun menjadi hitam. Jadi pada umumnya bagian tanaman yang diserang oleh Thrips ini adalah pada daun, kuncup, tunas yang baru saja tumbuh, bunga serta buah cabai yang masih muda ( Setiadi, 2004 ).
Tanaman cabai yang pertumbuhannya lemah sering sekali mendapat serangan, hal ini dikarenakan ketebalan epidermisnya yang kurang atau tidak normal. Maka akan terjadi pertumbuhan yang abnormal sehingga pembentukan bunga dan buah akan terhambat.
Gambar 4: Gejala Serangan Thrips pada daun Cabai (Capsicum annum L.)
http://indonesiachili.com/pest.htm
Seperti yang dijelaskan diatas bahwa hama Thrips ini sudah menyerang tanaman cabai dimulai saat nimfa sampai kepada imago. Artinya begitu telur menetas menjadi nimfa maka akan langsung menghisap cairan tanaman. Nimfa biasanya bergerak jauh lebih lambat daripada imago, hal ini penting untuk membedakan antara imago dengan nimfa, Kotoran hama ini yang berbentuk seperti tetes hitam dapat menutupi jaringan daun yang diserangnya sehingga daun berubah menjadi hitam ( Setiadi, 2004 )
Tanaman Inang
Thrips bersifat polifag. Selain cabai, tanaman inang utamanya adalah bawang merah, bawang daun, tomat, tembakau, kentang, dan tanaman kacang-kacangan. ( Direktorat Perlindungan Tanaman, 1992).
Dari fakta diatas maka akan dapat dipikirkan suatu pengendalian, yaitu dengan tidak menanam berbagai jenis tanaman inang diatas dengan lokasi yang berdekatan. Hal ini untuk menghindari terjadinya perpindahan hama Thrips dari komoditi yang satu ke komoditi yang lain, sehingga menyulitkan dalam hal pengendaliannya atau bahkan bisa menyebabkan kerusakan produksi- hasil.
Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin
Jamur B. bassiana adalah jamur mikroskopik dengan tubuh berbentuk benang-benang halus (hifa). Kemudian hifa-hifa tadi membentuk koloni yang disebut miselia. Jamur ini tidak dapat memproduksi makanannya sendiri, oleh karena itu ia bersifat parasit terhadap serangga inangnya (Anonimus, 2008).
Konidia jamur bersel satu, berbentuk oval agak bulat (Globose) sampai dengan bulat telur (obovate), berwarna hialin dengan diameter 2-3 µm. Konidiofor berbentuk zigzag merupakan cirri khas dari genus beauveria ( Barnett, 1960).
Jamur beauveria bassiana merupakan spesies jamur yang sering digunakan untuk mengendalikan serangga. B. bassiana diaplikasikan dalam bentuk konidia yang dapat menginfeksi serangga melelui kulit kutikula, mulut dan ruas-ruas yang terdapat pada tubuh serangga . jamur ini ternyata memiliki spectrum yang luas dan dapat mengendalikan banyak spesies serangga sebagai hama tanaman. Hasil penelitian menunjukkan, B. bassiana efektif untuk mengendalikan semut api, aphid, dan ulat grayak (Dinata, 2006).
Miselium jamur B. bassiana bersekat dan bewarna putih, didalam tubuh serangga yang terinfeksi terdiri atas banyak sel, dengan diameter 4 µm, sedang diluar tubuh serangga ukurannya lebih kecil, yaitu 2 µm. hifa fertile terdapat pada cabang (branchlests), tersusun melingar (verticillate) dan biasanya menggelembung atau menebal. Konidia menempel pada ujung dan sisi konidiofor atau cabang-cabangnya (Utomo dan Pardede, 1990).
Salah satu cendawan entomopatogen yang sangat potensial dalam pengendalian beberapa spesies serangga hama adalah Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin. Cendawan ini dilaporkan sebagai agensi hayati yang sangat efektif mengendalikan sejumlah spesies serangga hama termasuk rayap, kutu putih, dan beberapa jenis kumbang. Sebagai patogen serangga, B. bassiana dapat diisolasi secara alami dari pertanaman maupun dari tanah. Epizootiknya di alam sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim, terutama membutuhkan lingkungan yang lembab dan hangat. Di beberapa negara, cendawan ini telah digunakan sebagai agensi hayati pengendalian sejumlah serangga hama mulai dari tanaman pangan, hias, buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan hingga tanaman gurun pasir (Sutopo. dan Indriyani., 2007).
Sistem kerjanya yaitu spora jamur B. bassiana masuk ketubuh serangga inang melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Selain itu inokulum jamur yang menempel pada tubuh serangga inang dapat berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kutikula tubuh serangga. Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin. Jamur ini selanjutnya akan mengeluarkan racun beauverin yang membuat kerusakan jaringan tubuh serangga. Dalam hitungan hari, serangga akan mati. Setelah itu, miselia jamur akan tumbuh ke seluruh bagian tubuh serangga. Serangga yang terserang jamur B. bassiana akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi dan tertutup oleh benang-benang hifa berwarna putih (Anonimus, 2008)
Gambar 5. Konidia Beauveria bassiana (Balsomo) vuillemin.
Sumber : www.mycology.adelaide.edu.au/.../beauveria1.htm
Metarhizium anisopliae var anisopliae
Jamur M. anisopliae ini pertama kali ditemukan oleh Metschikoff pada tahun 1879, jamur ini bersifat parasitik terhadap serangga termasuk kumbang kelapa (Jumar, 2000).
Jamur ini biasanya disebut Green Muscardine Fungus dan tersebar diseluruh dunia. Jamur ini pertama kali digunakan untuk mengendalikan hama kumbang kelapa lebih dari 85 tahun yang lalu, dan sejak itu digunakan dibeberapa Negara termasuk Indonesia (Tanada dan Kaya, 1993).
Pada awal pertumbuhan, koloni jamur bewarna putih, kemudian berubah menjadi hijau gelap dengan bertambahnya umur koloni. Miselium berdiameter 1,98 – 2,97 µm, kemudian tersusun dengan tegak, berlapis dan bercorak yang dipenuhi dengan konidia bersel satu berwarna hialin, berbentuk bulat silinder dengan ukuran 9 µm (Prayogo dkk, 2005).
Konidiofor tersusun rapat dalam struktur seperti spodokium, mendukung beberapa “phialidae” yang sering kali tersusun seperti susunan lilin “phialidae” berbentuk silindris. Pada ujungnya dibentuk konidia dalam rantai konidia satu sel, berdinding halus, tidak bewarna dan berbentuk silindris “oval” (Rayati, 2000).
Jamur M. Anisopliae terdiri dari dua jenis / bentuk, yang pertama adalah yang mempunyai spora pendek yaitu M. anisopliae var anisopliae dan yang mempunyai spora panjang yaitu M. anisopliae var major. Strain varietas M. anisopliae yang memiliki spora pendek, konidia berukuran 9,0 – 9,9 µm sedangkan varietas major memiliki spora yang panjang, konidia berukuran 9,0 – 18,0 µm. pada pengujian dengan enzim yang sama strain varietas major relative genusnya sama tetapi untuk strain varietas anisopliae genusnya sangat berbeda (Tanada dan Kaya, 1993).
Jamur M. anisopliae ini bersifat parasit pada serangga dan bersifat saprofit pada tanah atau bahan organic. Jamur ini mengadakan penetrasi ke dalam tubuh serangga melalui kontak dengan kulit di antara ruas-ruas tubuh. Mekanisme penetrasinya di mulai dengan menempelkan konidia pada kutikula atau mulut serangga. Konidia ini selanjutnya berkecambah dengan membentuk tubuh kecambah. Apresorium mula-mula dibentuk dengan menembus epitikula, selanjutnya menembus jaringan yang lebih dalam (Situmorang, 1990).
Cendawan ini bersifat parasit pada beberapa jenis serangga dan bersifat saprofit di dalam tanah dengan bertahan pada sisa-sisa tanaman. (Alexopoulus dan Mims, 1996).
Gambar 6. Konidia Metarhizium anisopliae var anisopliae
http://fruit.naro.affrc.go.jp/kajunoheya/epfdb/Deutte/Metarh/micro/FRM01.jpg.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar